Suatu ketika di sudut Jakarta
Cahaya mentari mulai berwarna jingga, pertanda mentari akan segera pulang ke ufuk barat. Terbenam, seakan malu akan kedatangan sang rembulan. "tin tin tin", suara klakson bersahut-sahutan. "brrm brrm", bunyi erangan torsi mesin pun ikut menyaut bersamaan seakan ada sebuah perlombaan yang sangat meriah disini, dan berubahnya lampu merah menjadi hijau di sudut jalan adalah tanda dimana perlombaan akan dimulai, lalu garis finish ialah rumah kami masing-masing. Yah ini lah Jakarta di sore hari, waktu dimana jalanan Jakarta akan disesaki oleh para pengguna kendaraan bermotor dan aku salah satu pengendara tersebut hehe. Pemandangan seperti ini sudah sering dan bahkan menjadi rutinitasku setiap harinya. Lelah sudah menjadi bagian dari kita semua para pengendara bermotor sehingga emosi pun terkadang ikut tersulut, sangat disayangkan memang jika kita terbawa emosi kala di jalan raya karena selain merugikan diri sendiri juga akan merugikan orang lain. Padahal jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, kemacetan ini adalah sarana untuk kita melatih rasa sabar, in syaa Allah. Emm semuanya memang soal sudut pandang.
Akan tetapi aku disini tidak akan menceritakan tentang kisah perjalananku tiap sore di sudut Jakarta tersebut hehe, aku disini akan sedikit menceritakan tentang perjalananku dengan saudara-saudara baru ku, kami menyebut diri kami GPS (Generasi Pejuang Surgawi)
Semua bermula ketika kita dipertemukan di kelas G SII YISC Al Azhar. Sebelumnya aku ingin bertanya kepada kalian. Apakah kalian percaya takdir? Air yang turun dari langit menuruti titah tuhannya untuk membasahi bumi sehingga hijau lah pepohonan. Dari pohon yang hijau tersebut akan tumbuh sebuah kehidupan serangga, hewan sampai berujung kepada kehidupan manusia. Ini lah yang dikatakan takdir, semua sudah tergariskan sebelum kita semua lahir. Lalu apakah pertemuan dengan kalian adalah takdirku? jika iyah, maka aku ingin tersenyum dan mengatakan terima kasih kepada tuhan karena telah mempertemukanku dengan orang-orang sebaik kalian.
Rasulullah pernah bersabda, "Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap." (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Berkaca pada hadist tersebut, saudaraku. .
sebelumnya aku ingin mengatakan sebuah harapanku, aku harap kalian mengizinkanku untuk dekat dengan kalian para penjual minyak wangi. Sehingga diriku yang pandai besi ini akan terciprat wangi dari kebaikan-kebaikan kalian dan tentu aku pun akan berusaha agar kalian tidak terkena cipratan apiku si pandai besi ini. Jadi jangan menjauh dariku yah saudaraku. Karena kau tahu? sendiri itu sungguh tidak menyenangkan
Namun pada akhirnya, semua yang bermula akan berakhir dan tak terasa enam bulan sudah berlalu. Kita pun berada di penghujung pertemuan kita. Suka dan duka telah kita jalani bersama dan karakter kita pun mulai keluar dengan segala keunikannya, laksana pelangi yang indah dengan beragam warnanya begitu pun dengan kita.
Jika hidup laksana sebuah buku, maka pertemuan dengan kalian adalah salah satu bab terindah dalam buku tersebut. Maka dari itu kuucapkan terima kasih atas segala kebaikan kalian, terima kasih atas memory menyenangkan bersama kalian, dan yang terpenting terima kasih atas kesediaan menerimaku yang penuh kekurangan ini. Pesanku jika nanti kalian tiba di pintu surga terlebih dahulu lalu kalian tak mendapati diriku disana. Sekiranya tolong lah bertanya kepada malaikat Ridwan, apakah namaku tercatat disana? jika tidak ada, bolehkah kau ajukan banding kepadanya? karena kita pernah berjuang bersama bukan dalam meraih ridha Allah SWT. Mungkin kala kita berpisah dipersimpangan jalan, aku salah mengambil arah. Maka tolonglah aku saudaramu ini dan sadarkanlah aku kejalan yang benar.
To be continued. . .